Terabainya Sastrawan Asia Tenggara
Nobel kesusastraan diberikan kepada seorang sastrawan yang karyanya telah menyebar keseluruh benua dan diterjemahkan dengan berbagai macam bahasa. Pemberian nobel kesusasteraan ini biasanya dilaksanakan pada bulan oktober. Ada dua dalil yang menjadi perhatian sebuah karya sastra, yaitu bahasa karya sastra itu sendiri dan tidak ada bahasa yang lebih indah dari bahasa lain. Setelah setengah abad lebih peraih nobel kesusastraan ini didominasi oleh sastrawan-sastrawan Eropa.Negara-negara Asia Tenggara belum pernah mengutuskan seorang sastrawan pun untuk meraih nobel ini. Bahkan sastrawan Asia Tenggara disalib oleh sastrawan dari Negeri Kangguru.Benedict Anderson,dalam artikel berjudul “The unrewarded” menyatakan terabainya Asia Tenggara merupakan kelamahan sekaligus titik Buta panitia Nobel yang menganggap bahasa kolonial sebagai suri tauladan penilaian.
Dua hal yang menyebabkan terabainya sastrawan Asia Tenggara.Pertama,konsep “ Nasionalisasi Bahasa”.Konsep ini menyebabkan Negara-negara indochine cenderung menggunakan bahasa asli negaranya,sehingga bahasa Eropa yang bergengsi semakin terabaikan .Kedua, keterbatasan penerjemah professional.Tidak ada penerjemah di Asia Tenggara yang benar-benar bisa merepresentasikan makna sebuah karya sastra, sehingga bahasa khas dan humor gelap yang terselip didalamnya sebuah karya sastra hilang ketika diterjemahkan.
sumber
Wibisono, Joss.2013.”BAHASA DAN NOBEL KESUSASTRAAN”.TEMPO, No 4232, Oktober 2013, hal.74.